Oleh: Rois Burhani/ Fakultas Syari'ah. Ekonomi Syariah IV/ ISID Gontor Kampus Siman 1434 H.
Jika kita berbicara tentang seorang cendekiawan yang
satu ini, memang cukup unik dan mengagumkan. Sebenarnya, dialah yang patut
dikatakan sebagai pendiri ilmu sosial. Ia lahir dan wafat di saat bulan suci
Ramadan. Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad
bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu
Khaldun.
Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan
pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun
non-Muslim. Dalam perjalanan hidupnya, Ibnu Khaldun dipenuhi dengan berbagai
peristiwa, pengembaraan, dan perubahan dengan sejumlah tugas besar serta
jabatan politis, ilmiah dan peradilan. Perlawatannya antara Maghrib
dan
Andalusia, kemudian antara Maghrib dan negara-negara Timur memberikan hikmah
yang cukup besar. Ia adalah keturunan dari sahabat Rasulullah saw. bernama Wail
bin Hujr dari kabilah Kindah.
Lelaki yang lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27
Mei 1332 M. adalah dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang
hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal
sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori
ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith
(1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya.
Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke
mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya
yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya
dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka
dalam pengembaraannya yang luas pula.
Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh
dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka. Ia pun pernah menduduki jabatan
penting di Fes,
Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas
al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia
melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum
dan dikenal di berbagai penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara
tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat
kembali dalam perjalan hidup beliau. Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun
menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir,
hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu
balaghah, fisika dan matematika.
Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat
memuaskan dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah
melanda selatan Afrika pada tahun 749 H. yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya
dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko
selanjutnya ke Mesir; Periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat
menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim
Tertinggi). Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun
sempat juga dijebloskan ke dalam penjara.
SETELAH keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga
kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan
penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama
dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan
ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar
wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man
‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.
Kitab al-i’bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan
oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun.
Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun
1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh
sosiolog-sosiolog German dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para
sosiolog modern.
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat
tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi,
catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar
yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul
ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang
merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin
karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di
Universitas of Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic Review &
Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun.
Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya
satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat,
terutama ahli-ahli sosiologi dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya
dalam bahasa Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer
adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu
sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai
bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan
‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita
lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada
bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara
masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan
dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang
gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan
pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab
ke empat dan kelima, menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat
maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan
pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad
ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu
dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara
dengan teori sejarah.
Ibnu Khaldun sangat meyakini sekali, bahwa pada
dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri
negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul
oleh generasi ke dua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan
generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju
ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit
bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat
kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang
selalu mengawasi kelemahannya.
ADA beberapa catatan penting dari sini yang dapat
kita ambil bahan pelajaran. Bahwa Ibnu Khaldun menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan dan tidak meremehkan akan sebuah sejarah. Ia adalah seorang
peneliti yang tak kenal lelah dengan dasar ilmu dan pengetahuan yang luas. Ia
selalu memperhatikan akan komunitas-komunitas masyarakat. Selain seorang
pejabat penting, ia pun seorang penulis yang produktif. Ia menghargai akan
tulisan-tulisannya yang telah ia buat. Bahkan ketidaksempurnaan dalam
tulisannya ia lengkapi dan perbaharui dengan memerlukan waktu dan kesabaran.
Sehingga karyanya benar-benar berkualitas, yang di adaptasi oleh situasi dan
kondisi.
Karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan Ibnu
Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam.
Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun
mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman.
Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran.
Sebagaimana dikatakan olehnya, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk
syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena
itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan
pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang
lain.”
Jadi, nilai-nilai spiritual sangat di utamakan sekali
dalam kajiannya, disamping mengkaji ilmu-ilmu lainnya. Kehancuran suatu negara,
masyarakat, atau pun secara individu dapat disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai
spritual. Pendidikan agama sangatlah penting sekali sebagai dasar untuk
menjadikan insan yang beriman dan bertakwa untuk kemaslahatan umat. Itulah
kunci keberhasilan
Ibnu Khaldun, ia wafat di Kairo Mesir pada saat bulan suci Ramadan tepatnya
pada tanggal 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M.
Rois Burhani
Syariah Ekonomi 3
Jangan Pernah Takut Untuk Mencoba